16 Indikator Ekonomi Penting

Para pakar dan analis selalu membicarakan arah perekonomian, dan itu memang pekerjaan mereka. Namun seperti yang Anda ketahui sering kali...

Para pakar dan analis selalu membicarakan arah perekonomian, dan itu memang pekerjaan mereka. Namun seperti yang Anda ketahui sering kali prediksi mereka salah. Sebagai contoh kepala The Fed Ben Bernanke pada tahun 2007 pernah memprediksikan bahwa Amerika Serikat tidak akan mengalami resesi. Saat itu ia mengatakan bahwa pasar saham dan perumahan sangat menjanjikan. Tetapi seperti kita ketahui sekarang perkiraan Bernanke tersebut ternyata keliru. Karena prediksi para pakar tidak selalu benar, maka penting bagi kita sebagai pelaku pasar untuk mengerti dan memperhatikan perkembangan ekonomi dan faktor-faktor yang bisa mempengaruhinya, sehingga kita bisa mengambil keputusan yang tepat dalam investasi jangka panjang maupun trading.
Seperti telah sering dibicarakan, ada 2 jenis indikator yang perlu diketahui yaitu:
1. Indikator-indikator leading (leading indicators) yaitu indikator yang akan berubah mendahului keadaan sebenarnya, dan indikator leading ini digunakan untuk memprediksikan trend pada waktu yang akan datang.
2. Indikator-indikator lagging (lagging indicators) yaitu indikator yang berubah setelah trend terbentuk. Meski tidak menunjukkan arah pergerakan ekonomi, indikator lagging mengkonfirmasi perubahan yang telah terjadi, dan mengindikasikan trend perubahan besaran ekonomi tersebut dalam jangka panjang.
Indikator-indikator leading
Karena indikator leading sangat potensial untuk memprediksikan arah perekonomian, maka penentu kebijakan fiskal dan moneter pemerintah menggunakannya sebagai acuan dalam mengatur kebijakannya untuk menghindari resesi atau dampak negatif lain dalam perekonomian. Indikator-indikator leading yang sering diperhatikan adalah:
1. Pasar saham
Meski pasar saham bukan indikator yang paling penting namun indeks harga saham adalah yang pertama kali dilihat pelaku pasar untuk mengetahui perkembangan ekonomi saat ini. Harga saham mencerminkan harapan perolehan badan-badan usaha milik negara maupun perusahaan swasta sebagai salah satu pelaku yang memegang kendali arah perekonomian. Jika harga-harga saham (terutama saham blue-chips) naik, maka pendapatan pelaku ekonomi akan meningkat sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan naik. Sebaliknya jika pendapatan perusahaan merosot terus menerus maka dalam jangka waktu tertentu diperkirakan akan terjadi resesi.
Namun demikian, kita tidak bisa hanya mengandalkan pada indikator pasar saham. Pertama, perkiraan pendapatan sebuah perusahaan bisa saja meleset. Kedua, harga saham cenderung rawan untuk dimanipulasi. Isilah yang sering kita dengar adalah “digoreng”. Hal ini tidak hanya terjadi di bursa saham negara-negara berkembang tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Di bursa Wall Street (AS) pernah terjadi “window dressing” (semacam manipulasi terhadap kinerja perusahaan) terhadap sejumlah saham blue-chip hingga volume perdagangan saham tersebut meningkat dengan pesat. Dalam hal ini jelas harga saham yang dimanipulasi tersebut tidak mencerminkan kekuatan harga yang sebenarnya (strength of value).
Selain itu harga-harga saham cenderung untuk menggelembung (bubbles), yang biasanya mengindikasikan sedang terjadi penggorengan saham besar-besaran atau kelatahan para pelaku untuk cenderung membeli saham-saham yang harganya sedang meningkat tanpa mempedulikan faktor pendukung dari indikator ekonomi lainnya. Keadaan ini akan sangat rentan dengan koreksi yang pada akhirnya bisa menyebabkan crash di pasar saham seperti yang terjadi tahun 1929-1930. Terakhir kali kita tahu hal semacam ini terjadi pada tahun 2008 meski tidak separah tahun 1929-1930.
2. Aktivitas manufaktur
Indikator lainnya yang mencerminkan keadaan perekonomian adalah aktivitas manufaktur. Indikator ini akan mempengaruhi pertumbuhan atau GDP (Gross Domestic Product). Aktivitas manufaktur yang meningkat menunjukkan naiknya permintaan, yang pada akhirnya akan lebih menggerakkan roda perekonomian. Selain itu aktivitas manufaktur yang meningkat dengan pesat akan cenderung pada ekspansi produk yang mengakibatkan bertambahnya tenaga kerja dan meningkatnya pendapatan mereka.
Permintaan produk manufaktur tidak hanya dari dalam negeri namun juga dari negara partner dagang. Oleh karena itu aktivitas manufaktur yang meningkat juga bisa mempengaruhi volume ekspor negara tersebut yang pada akhirnya berdampak pada neraca perdagangan. Seperti diketahui neraca perdagangan yang surplus akan cenderung memperkuat nilai mata uang negara tersebut.
3. Level persediaan barang (Inventory level)
Persediaan barang yang meningkat menunjukkan dua kemungkinan, naiknya permintaan hingga wholesaler atau distributor harus menambah persediaan barang, atau merosotnya permintaan hingga persediaan menumpuk akibat bertambahnya pasokan dari pabrik, sementara permintaan dari retailer berkurang.
Pada kemungkinan pertama, persediaan sengaja ditambah untuk mengantisipasi permintaan yang meningkat. Jika sesuai dengan perkiraan maka level persediaan barang yang tinggi akan meningkatkan keuntungan distributor dan juga produsen, yang akan berdampak positif pada perekonomian. Sebaliknya bila kemungkinan kedua yang terjadi, maka pasokan melebihi permintaan. Selain menyebabkan turunnya harga barang, biaya penyimpanan dan operasional bisa merugikan distributor dan pada akhirnya juga produsen.
Kedua  kemungkinan tersebut bisa diketahui dari perubahan indikator penjualan ritel (Retail Sales) dan indeks kepercayaan konsumen. Indikator level persediaan ini memang jarang diperhatikan. Para pelaku lebih cenderung mengamati penjualan retail. Namun data level persediaan barang sangat berarti bagi produsen dan tak kalah pentingnya dari data penjualan ritel.
4. Penjualan retail (Retail Sales)
Seperti telah disebutkan sebelumnya, indikator ini sangat berhubungan dengan level persediaan barang dan aktivitas manufaktur. Barang-barang retail berhubungan langsung ke konsumen dan sangat berdampak pada tingkat inflasi. Untuk memilah kategori barang manufaktur yang mempengaruhi inflasi, indikator ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu penjualan retail inti (Core Retail Sales) yang tidak memperhitungkan penjualan otomotif, dan penjualan retail total.
Para analis sering menyimpulkan meningkatnya data penjualan retail akan ikut menyumbang kenaikan GDP yang pada akhirnya akan memperkuat nilai tukar mata uang. Kekurangan dari data ini antara lain tidak menyebutkan bagaimana konsumen membeli barang-barang tersebut, misalnya apakah konsumen mendapatkan barang tersebut dengan berhutang atau dengan dana yang diperoleh dari pinjaman. Jika sebagian besar konsumen membayar dengan kredit, atau dengan uang hasil pinjaman, maka potensi kredit macet bisa saja terjadi dan menimbulkan masalah ekonomi lainnya. Namun demikian pada umumnya meningkatnya data penjualan retail akan berdampak positif pada perekonomian.
5. Building Permits
Building Permits atau ijin pekerjaan konstruksi dan pembangunan perumahan baru menunjukkan prediksi ketersediaan bangunan atau real estate untuk waktu yang akan datang. Bertambahnya jumlah Building Permits mengindikasikan tumbuhnya industri konstruksi yang tentunya akan diikuti oleh pertambahan tenaga kerja dan meningkatnya pendapatan perusahaan konstruksi dan perumahan, yang juga akan menyumbang kenaikan angka GDP.
Namun demikian, seperti halnya level persediaan barang (inventory level), jika makin banyak rumah baru yang dibangun hingga melebihi kebutuhan konsumen, maka level pasokan rumah akan lebih besar dari permintaan pasar yang mengakibatkan merosotnya harga. Pada gilirannya tidak hanya perumahan baru yang harganya merosot tetapi juga perumahan atau bangunan yang sudah eksis.
6. Pasar perumahan (Housing market)
Turunnya harga perumahan adalah koreksi dari inflasi pasar perumahan, akibat penggelembungan harga (bubble). Jika pasar perumahan sedang lesu maka akan berdampak negatif pada perekonomian karena:
  1. Kekayaan pemilik rumah akan berkurang akibat merosotnya harga.
  2. Tenaga kerja di bidang konstruksi dan pemasaran rumah atau bangunan akan berkurang, dan meyebabkan bertambahnya angka pengangguran.
  3. Pendapatan pemerintah dari pajak perumahan dan bangunan akan berkurang, dan hal ini akan berdampak pada kondisi fiskal pemerintah.
Sebaliknya, inflasi pasar perumahan yang sangat tinggi bisa membahayakan perekonomian, seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 silam. Housing bubble sering dijadikan alasan untuk resesi yang terjadi di AS saat itu.
7. Jumlah bisnis baru (New businesses startups)
Biasanya yang dimaksud adalah tumbuhnya bisnis-bisnis baru skala kecil dan menengah, termasuk home industries dan sektor informal. Jenis bisnis semacam ini selalu tumbuh silih berganti seiring dengan pendapatan masyarakat. Dari survey yang pernah dilakukan, jumlah perekrutan tenaga kerja pada sektor ini dalam suatu periode tertentu lebih besar dari perusahaan yang lebih besar, sehingga ikut memberi kontribusi dalam mengurangi tingkat pengangguran.
Di negara-negara sedang berkembang, bisnis skala kecil dan menengah memberikan kontribusi yang signifikan pada GDP. Ide, inovasi dan produk yang dihasilkan bisa meningkatkan volume perdagangan. Di negara maju seperti Jepang, pemerintahnya sangat memperhatikan perkembangan bisnis baru skala kecil dan menengah yang sedang tumbuh.
Indikator-indikator lagging
Tidak seperti indikator leading, indikator lagging berubah setelah terjadi perubahan keadaan ekonomi. Indikator lagging mengkonfirmasi perubahan tersebut dan membantu identifikasi trend perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Indikator-indikator lagging yang penting yaitu:
- GDP (Gross Domestic Product)- Pendapatan dan upah
- Tingkat pengangguran (Unemployment Rate)
- Tingkat inflasi
- Nilai mata uang
- Tingkat suku bunga
- Nilai keuntungan perusahaan-perusahaan besar (Corporate Profits)- Neraca perdagangan
- Harga komoditi dalam US dollar
8. Perubahan GDP
Secara tipikal GDP digunakan ekonom dan analis untuk mengetahui ukuran perekonomian suatu negara, sedang tumbuh atau sedang mengalami kontraksi. Jika GDP meningkat maka perekonomian cenderung kuat, dan sebaliknya. Pelaku ekonomi akan menyesuaikan pengeluaran, persediaan barang, rekruitment tenaga kerja dan investasi lainnya tergantung dari output GDP.
Namun indikator ini juga ada kekurangannya. Seperti halnya indikator pasar saham yang kadang tidak menunjukkan kekuatan harga saham yang sebenarnya, GDP juga bisa demikian. Seperti misalnya program quantitative easing (QE) dan pengeluaran pemerintah yang berlebihan. Kenaikan GDP akibat QE sebenarnya adalah kenaikan semu yang memang dilakukan pemerintah guna mengoreksi kemerosotan pertumbuhan ekonomi.
Sebagai indikator lagging, GDP menunjukkan yang telah terjadi, bukan yang sedang terjadi atau yang akan terjadi. Ekonom dan analis melihat keadaan booming atau resesi pada angka GDP dari kwartal ke kwartal. Patokan yang umum jika GDP akhir per kwartal telah turun 2 kali berturut-turut maka bisa dianggap perekonomian sedang menuju ke keadaan resesi.
9. Pendapatan dan upah
Jika ekonomi berjalan dengan efisien, tingkat pendapatan seharusnya meningkat dengan teratur tiap periode tertentu untuk menyesuaikan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Untuk negara-negara maju yang mengukur tingkat upah dengan jumlah jam kerja, maka pendapatan yang menurun menunjukkan jumlah jam kerja yang berkurang atau tingkat upah yang memang diturunkan. Pendapatan yang berkurang juga bisa disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan akibat perusahaan yang kolaps.
Baik pendapatan yang turun ataupun upah yang berkurang merefleksikan kondisi ekonomi yang sedang suram. Di negara industri, tingkat pendapatan dan upah disurvey dan dirinci sesuai dengan gender, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan guna mengetahui trend sesuai dengan kelompok yang disurvey. Indikator jenis ini yang paling populer adalah Non-FarmPayrolls Amerika Serikat.
10. Tingkat pengangguran (Unemployment Rate)
Indikator ini sangat penting dan dijadikan salah satu acuan pemerintah suatu negara dalam menilai kondisi ekonomi. Tingkat pengangguran mengukur persentasi jumlah tenaga kerja yang sedang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Dalam kondisi perekonomian yang normal, ekonom dan analis mematok angka 3% hingga 5%.
Jika tingkat pengangguran tinggi, maka pengeluaran konsumen juga akan berkurang yang akan menyebabkan berkurangnya penjualan retail, perumahan dan lainnya yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada GDP. Pengeluaran pemerintah juga akan membengkak akibat kompensasi klaim pengangguran dan program-program lain untuk kesejahteraan (ini hanya berlaku di negara-negara maju yang menyediakan layanan tersebut).
Kekurangan indikator ini hanya mengukur jumlah penganggur (atau pencari kerja) dalam periode waktu sebulan, dan sering kali mereka yang mendapatkan pekerjaan paruh waktu (part-time) dianggap telah bekerja penuh. Namun demikian terlepas dari kekurangan tersebut, indikator ini masih dianggap penting.
11. Tingkat inflasi
Indikator tingkat inflasi utama yang selalu digunakan adalah CPI (Consumer Price Index). Tingkat inflasi menunjukkan kenaikan harga-harga di tingkat konsumen maupun tingkat produsen. Yang paling berdampak adalah di tingkat konsumen (CPI), sedang di tingkat produsen disebut PPI (Producer Price Index). CPI diperhitungkan dengan mengukur perubahan harga barang dan jasa termasuk makanan dan minuman, sarana transportasi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Inflasi ditentukan dengan kenaikan rata-rata sekelompok barang dan jasa tersebut dalam suatu periode waktu tertentu.
Tingkat inflasi yang tinggi akan mengurangi nilai suatu mata uang lebih cepat dari tingkat pendapatan konsumen untuk menyesuaikannya, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tetap. Dengan demikian daya beli konsumen akan menurun sehingga standard kehidupannya juga akan merosot. Lagi pula tingkat inflasi yang tinggi akan mempengaruhi faktor-faktor lainnya seperti menurunnya jumlah tenaga kerja dan GDP.
Namun demikian, tingkat inflasi yang normal (tidak terlalu tinggi) cenderung berdampak positif. Sebaliknya jika terjadi keadaan deflasi atau penurunan harga juga bisa berdampak negatif pada perekonomian. Deflasi yang terjadi terus-menerus bisa menyebabkan resesi. Deflasi timbul bila konsumen cenderung untuk mengurangi pengeluarannya. Ini terjadi bersamaan dengan berkurangnya jumlah uang beredar. Perusahaan cenderung untuk menurunkan harga jual karena persediaan yang melebihi permintaan, namun keuntungannya jadi berkurang hingga tidak mampu membayar hutang dan mengurangi karyawan. Tentu saja hal ini akan berdampak negatif pada ekonomi.
12. Nilai mata uang
Nilai mata uang yang kuat akan meningkatkan daya jual dan daya beli sebuah negara terhadap negara lainnya. Negara dengan mata uang yang lebih kuat akan bisa mengimpor produk-produk dari negara lain dengan harga yang lebih murah. Sebaliknya jika mata uang suatu negara melemah, maka permintaan akan produk-produk negara tersebut akan meningkat.
13. Tingkat suku bunga
Suku bunga terdiri atas suku bunga pinjaman dan deposito. Jika tingkat suku bunga meningkat maka nilai mata uang cenderung untuk menguat. Namun demikian jika inflasi sudah terlalu tinggi maka bank sentral akan menaikkan suku bunga untuk mengurangi peredaran jumlah uang, sebaliknya jika terjadi deflasi bank sentral akan cenderung untuk menurunkan suku bunga.
14. Corporate profits
Corporate profits atau keuntungan dari perusahaan-perusahaan besar akan berdampak pada GDP. Jika keuntungan meningkat maka GDP akan cenderung naik. Harga-harga saham  juga akan meningkat karena mereka juga menginvestasikan keuntungan di pasar saham.
15. Neraca perdagangan
Neraca perdagangan adalah selisih total nilai ekspor dan impor. Jika terjadi surplus berarti ada aliran dana yang masuk dan jika terjadi defisit berarti lebih banyak uang yang keluar dari negara tersebut. Neraca perdagangan yang surplus lebih diinginkan, dan memperkuat nilai mata uang.

16. Harga komoditi (dalam US dollar)
Harga komoditi emas dan perak sering digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kekuatan US dollar. Jika harga komoditi tersebut naik maka US dollar sedang melemah dan sebaliknya. Harga komoditi ini merefleksikan sentimen terhadap US dollar.

COMMENTS

Name

ARTIKEL,28,BELAJAR FOREX,31,BROKER FOREX,1,Buka Akun,2,Catatan Trading,3,Download MT,1,FASAPAY,1,FUNDAMENTAL,12,INDIKATOR,1,MONEY MANAGEMENT,7,NETELLER,1,Panduan,4,PSIKOLOGI TRADING,11,ROBOT FOREX,1,SISTEM TRADING,50,SKRILL,1,TEKNIKAL,17,Teknikal Trader,3,TENTANG FOREX,17,Tingkat Dasar,22,Tingkat Lanjut,5,Tips Trading,9,TRADER FOREX,13,TUTORIAL MT4,4,
ltr
item
Kacamatafx: 16 Indikator Ekonomi Penting
16 Indikator Ekonomi Penting
http://www.ilmutrading.com/wp-content/uploads/2013/09/indikator-ekonomi-300x131.jpg
Kacamatafx
https://kacamatafx.blogspot.com/2015/09/16-indikator-ekonomi-penting.html
https://kacamatafx.blogspot.com/
http://kacamatafx.blogspot.com/
http://kacamatafx.blogspot.com/2015/09/16-indikator-ekonomi-penting.html
true
6893561832058462518
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share. STEP 2: Click the link you shared to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy